Potensi Produksi Biodiesel dan Bioethanol berbasis Mikroalga
K
|
emampuan mikroalga dalam berfotosinteis, seperti
tumbuhan darat lainnya, dapat dimanfaatkan untuk menyerap gas CO2.
Dari reaksi proses fotosintesis dapat diketahui bahwa jumlah gas CO2
yang dipakai fitoplankton adalah sebanding dengan jumlah materi genetik (CH2O6)
yang dihasilkan, sehinga proses fotosintesis ini menjadi mesin utama dalam
penyerapan gas CO2 (Lihua et
al., 2006). Selain keeunggulan tersebut, biomassa yang dihasilkan dari
proses fotosintesis dapat dikonversi menjadi bahan bakar alternatif dan
terbarukan seperti biodiesel dan bioethanol.
Bio-Diesel dan Bio-Ethanol Berbasis Mikroalga
Biodiesel
terbuat dari minyak nabati atau lemak hewani yang mengandung trigliserida.
Trigliserida terdiri dari tiga rantai asam lemak yang digabungkan oleh molekul
gliserol. Proses pembuatan biodiesel atau transesterifikasi merupakan proses
penggantian molekul gliserol dengan methanol yang kemudian membentuk Fatty
Acid Methyl Ester (FAME) yang
disebut biodiesel. Proses pembuatan biodiesel harus memenuhi beberapa parameter
seperti kontinuitas bahan baku harus terjaga, ongkos produksi harus lebih
rendah dari produksi minyak bumi, produk yang dihasilkan harus memenuhi standar
bahan bakar (John et al., 2011).
Berdasarkan parameter tersebut, mikroalga
merupakan biomassa yang potensial untuk digunakan sebagai bahan baku produksi
biodiesel karena tingkat pertumbuhannya sangat tinggi serta memiliki fraksi
lipid yang dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel. Banyak teknologi yang
diteliti untuk mengekstraksi minyak (lipid)
dari mikroalga, namun hanya beberapa teknologi yang umum digunakan. Teknologi
tersebut antara lain: expeller/
pengepresan minyak, ekstraksi cair-cair dengan menggunakan solven, Supercritical
Fluid Extraction (SFE) dan teknik ultrasound (John et al., 2011). Selain dijadikan
biodiesel, mikroalga juga dapat dijadikan bioethanol yang dihasilkan dari
biomassa mikroalga.
Bioethanol
diproduksi dengan proses biokimia seperti fermentasi atau proses termokimia
seperti gasifikasi. Biomassa yang digunakan sebagai bahan baku bioethanol umumnya
adalah jagung dan tebu. Bahan tersebut mengandung lignoselulosa dan gula yang
tinggi. Akan tetapi, bahan baku tersebut memiliki daya saing dengan pangan dan
dibutuhkan area luas dalam memproduksinya. Keberadaan mikroalga sangat
berpotensi dalam produksi bioethanol untuk menggantikan bahan baku yang masih
bernilai pangan tinggi. Mikroalga mengandung karbohidrat dan protein yang dapat
dikonversi sebagai sumber karbon dalam proses fermentasi pembentukan
bioethanol.
Kelebihan
dari penggunaan mikroalga sebagai bahan baku produksi bioethanol antara lain:
proses fermentasi memerlukan energi yang lebih sedikit dibandingkan dengan
proses produksi biodiesel, selain itu produk samping yang berupa karbondioksida
dapat digunakan kembali sebagai sumber karbon dalam proses kultivasi mikroalga
(John et al., 2011). (Ach. Zaimul Khaqqi_Bio 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar